2020 dan Perspektif Baru.

Twenty twenty, dua ribu dua puluh. Sudah Juni pun. “Sudah melakukan apa saja di 2020 ini?”, aku bertanya pada diriku sendiri dan menjawab, “sudah berusaha menjadi pribadi yang lebih baik lagi daripada tahun sebelumnya.” Sedikitnya, aku mencoba.

Bagi sebagian besar orang –termasuk keluarga terdekatku– tahun ini menjadi tahun terberat mereka, tidak untukku dan aku bersyukur akan hal tersebut. Aku mendapatkan banyak hal baik dan baru di tahun ini, sudah lima bulan dilewati di 2020, aku belajar banyak hal baru di lima bulan terakhir Belajar bagaimana cara berpikir kritis, mempertanyakan banyak hal, melihat dunia dari berbagai perspektif atau sudut pandang berbeda. Melihat setiap kejadian dari berbagai sisi, karena apa yang kita lihat di depan mata, itu tidak semata-mata satu hal kejadian saja yang terjadi, tapi ada beberapa faktor lain yang menyebabkan hal itu terjadi. Aku yang sebelumnya terlalu bodo amat akan hal sekitar, berpikir positif dalam setiap keadaan, pelan-pelan mencoba sedikit mencari kesalahan akan hal yang terjadi. Aku baru dapat pencerahan ini setelah baca tiga buku berbeda: (1) The Five People You Meet in Heaven karangan Mitch Albom. Buku ini menceritakan tentang seseorang bernama Eddie yang telah meninggal dan dia bertemu dengan lima orang yang secara tidak langsung berputar di kehidupannya dulu. Bagaimana kejadian kecil yang berlangsung di hidupnya, bisa menjadi sebuah kejadian pun sebuah perubahan besar bagi orang lain di waktu kejadian dan tempat yang sama. Ini sudah dijelakan pada saat ia menemui orang pertama setelah ia mati. (2) Fihi Ma Fihi karya Jalaluddin Rumi. Ada sebuah bab di mana bab itu berjudul “Dari Allah dan Kepada Allah” dijelaskan bahwa sesungguhnya manusia hanya diberi keterbatasan pandangan, pun dalam keterbatasan itu kita masih diberi kesempatan untuk melihat banyak hal. Penglihatan ini tidak selalu hanya dari mata yang dapat melihat, tapi ada sebuah perantara hati atau perantara lainnya yang melihat sisi lain lebih jauh, dalam hal ini, perantara hati bisa melihat beragam jenis sifat-sifat manusia yang tersembunyi. (3) The Things You Can Only See Only When You Slow Down tulisan dari Haemin Sunim, aku belum baca buku ini sampai habis tapi ada sebuah penggalan dari buku ini yang buatku berpikir, dia mengatakan dalam bukunya yang sudah diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris oleh Chi-Young Kim “Tsunamis are frightening not just because of the water, but also because of the objects hurled at us by water.” Setiap orang akan berbeda dalam hal merespon satu kejadian yang terjadi di hadapan mereka. Kesimpulan dari buku-buku ini, sebenarnya bukan situasi atau keadaan yang membuat kita takut, tapi perspektif kita yang membuatnya kita merasakan hal itu. Hal tersebut bisa kita lihat bagaimana ada orang yang takut pada badut ada yang tidak. Ada yang takut ketinggian, ada yang tidak. Perspektif yang mereka bangun berbeda dalam pikiran mereka masing-masing.

Butuh tiga buku untuk membuatku membuka mata dan pandangan lebih luas dan jauh daripada sebelumnya. Aku tidak lagi menjadi orang yang membaca buku dan tidak bisa menceritakan kembali apa yang aku baca, karena aku sudah mulai belajar bagaimana memahami apa arti literasi yang sebenarnya. Walaupun itu hanyalah sebuah buku fiksi.

Oh, aku juga mencoba mengikuti test MBTI lagi untuk yang ke-4 kalinya dalam enam tahun belakangan dan aku benar-benar quite shocked dengan hasilnya, aku dapat INTJ yang di mana fungsi utamanya itu benar-benar bertolak-belakang dengan ISFJ. Aku pikir aku akan mendapat ISTJ tapi ternyata perkiraanku meleset. Lagi-lagi ini soal perspektif. Mungkin karena aku sudah bisa, setidaknya, melihat sedikit dunia dengan pandangan berbeda dari sebelumnya, itu sedikit mengubahku. Untungnya, aku tidak benar-benar mempercayai MBTI personality type ini, karena aku masih sering menangis belakangan ini, disebabkan oleh hal-hal remeh. Seperti tiga hari lalu, aku lagi browsing di Twitter mencari kegunaan air mawar untuk kulit, tapi kemudian ada sebuah video yang lewat soal seorang polisi yang entah sengaja atau tidak, membunuh seorang warga sipil kulit hitam menggunakan lututnya, aku menangis menonton video itu, padahal tidak aku tonton sampai selesai juga. Mari kita lihat dari berbagai sisi apa yang terjadi, orang kulit hitam yang kita ketahui bernama George Floyd terbunuh oleh oknum kepolisian Minneapolis. Ia dilaporkan oleh seorang kasir supermarket kepada polisi karena membayar dengan uang palsu. Polisi langsung datang ke tempat kejadian dan menarik Floyd keluar dari mobilnya untuk segera dibekukkan. Tanpa pertanyaan dan hak untuk menjawab, polisi tersebut langsung menahan leher Floyd dengan lututnya sampai tujuh menit lamanya hingga kemudian ia meninggal. Hal pertama yang perlu diperhatikan, polisi tidak memberi kesempatan untuk Floyd member penjelasan apakah ia korban yang mendapat uang palsu kemudian ia menggunakannya dengan ketidaktahuannya, atau ia si pelaku. Kedua, kasir supermarket tersebut tidak menanyakan terlebih dahulu kepada korban perihal uang palsu itu. Kasir boleh saja menelepon polisi sebelumnya dan menanyakan kemudian agar kasus menjadi lebih jelas. Ketiga, orang-orang sudah mencoba menolong dengan memberi tahu bahwa Floyd tidak bisa bernapas, tapi polisi menghiraukannya. Ini membuat persepsi baru soal ketakutan. Polisi yang seharusnya bisa melindungi warganya, ditakuti karena telah membunuh warga sipil. Mereka yang berada di sana jelas tidak bisa berbuat apa-apa selain menyimpan barang bukti dalam bentuk sebuah video, kalau mereka menyerang polisi, itu bisa berakibat fatal. Keadaan sekarang, chaos, berantakan, makin berantakan.

Mungkin Tahun 2020 memang berat karena covid-19, can’t pay the bills, natural disaster, climate change, mental health issue, tapi aku yakin kita semua bisa melewatinya. Kamu tidak sendirian, jika kamu sedang membaca ini dan merasa sendirian, jangan takut untuk menghubungiku 🙂 aku akan berusaha sebaik mungkin untuk merespon, walaupun tidak dalam jangka waktu yang cepat, tapi aku akan berusaha. 🙂

Disclaimer: Apa yang ditulis soal kasus George Floyd di beberapa kalimat terakhir hanyalah asumsi pribadi. Mohon untuk tidak ditelan mentah-mentah tulisan ini.

Leave a comment